Kala hujan menunggu pelangi
Sepertinya lelah enggan
menyentuh
Tubuh kecil yang penuh
semangat
Riak ombak bergulung dari
kejauhan
Ketika aku menatap di sini
Pandanganku jauh menerawang
Esok,
Ah, aku masih tidak tahu
tentang esok
Ku biarkan saja mimpi ini
terbang
Melayang menggapai harapan
Aku tidak peduli,
Biarkan saja ini mengalir
seperti air
Kalaupun aku tersandung
Itu sudah biasa, tidak usah
khawatir
Aku akan bangkit lagi
Berjalan dan kemudian berlari
Berlomba dengan mentari
Demi sebuah impian
“Sis, lo mau gak jadi cewek
gua?”
Akhirnya kalimat itu terucap
juga dari mulut Andre, cowok yang belakangan ini mengisi hari-hari Siska. Sejak
Siska berkenalan dengan Andre sekitar enam bulan yang lalu, Andre selalu
membuat Siska bahagia. Meskipun perkenalan mereka saat itu tak disengaja, tapi
justru itu yang membuat Siska suka tersenyum sendiri ketika mengingat peristiwa
itu. Saat itu, Andre menelepon Siska untuk pertama kalinya, tapi Andre bahkan
tidak tahu yang mana gadis yang bernama Siska. Lucu. Semua berkat Ryan, teman
Andre yang ingin berkenalan dengan Siska namun tak ada nyali untuk maju
sendiri. Akhirnya Andre-lah yang menjadi tamengnya.
“Sis?”
“Sis!” Andre berteriak di telepon.
“Sis!” Andre berteriak di telepon.
“Oh
iya, sorry…” Siska tersadar dari lamunannya.
“Jadi? Lo mau gak jadi cewek
gua?”
Siska berpikir sejenak walau
dalam hati ia sangat senang sekali mendengar Andre menyatakan perasaannya.
“Gua
itung sampe 13 dan lo harus udah punya jawabannya,” ucap Andre.
“Satu, dua, …. , tiga belas!!! Jadi?” tanya Andre penasaran.
“Satu, dua, …. , tiga belas!!! Jadi?” tanya Andre penasaran.
“Iya.”
***
“Cieee…. yang baru jadian
senyum-senyum mulu dari tadi,” ejek Lisa.
Lisa adalah teman baik Siska
sejak mereka kelas 1 SMP. Sudah tiga tahun mereka bersahabat, dan Lisa selalu
ada untuk Siska, begitu pula sebaliknya. Tidak ada yang mereka tidak ceritakan
satu sama lain. Siska senang sekali mempunyai sahabat seperti Lisa.
“Lisa!!! Jangan gitu dong
ah!” jawab Siska tersipu-sipu malu.
“Tapi ngomong-ngomong lo ga
bareng cowok lo? Mang belom waktunya anak SMA istirahat ya?” tanya Lisa.
Memang, Siska dan Andre
jarang terlihat bersama di sekolah. Mungkin karena jadwal Siska yang masih
duduk di kelas 3 SMP agak sedikit berbeda dengan Andre yang sudah duduk di
kelas 1 SMA.
“Kayaknya bentar lagi deh,
Lis. Eh, tuh orangnya!” seru Siska sambil menunjuk ke arah Andre yang sedang
berdiri di dekat pintu kantin.
“Hai!” sapa Andre sambil
nyengir ketika mereka jalan berpapasan. Lalu, Andre langsung jalan begitu saja
tanpa berkata apa-apa lagi pada Siska.
“Apaan tuh?!! Lo orang
sebenernya pacaran apa kaga sih?” ucap Lisa kesal.
“Yah, dia emang orangnya
kayak gitu, Lis. Gengsian. Mau diapain lagi,” jawab Siska sambil menghela napas.
“Ya tapi kan lo ceweknya,
Sis? Masa nyapa aja kaya gitu?!” ucap Lisa dengan nada yang makin meninggi.
“Udahlah, Lis. Justru karna
gua sekarang udah jadi ceweknya, makanya gua harus lebih bisa ngertiin dia,”
Siska menjawab dengan tenang, meski dalam hati, Siska ingin sekali seperti
pasangan-pasangan lainnya. Mereka selalu menghabiskan waktu
bersama-sama tiap kali ada kesempatan. Namun Siska harus puas dengan keadaannya
sekarang.
Mungkin
emang gua yang terlalu banyak mikir, gua gak boleh terlalu banyak menuntut.
Andre sayang sama gua dan itu udah cukup, batin Siska.
***
Sis,
kayaknya lebih baik kita putus aja…
Siska membaca SMS dari Andre
berkali-kali. Ia tidak percaya Andre tega memutuskannya begitu saja. Selama
tujuh bulan mereka berpacaran, Siska merasa sangat bahagia. Meski kadang ia
sangat ingin menghabiskan waktunya lebih banyak lagi bersama Andre, tapi ia
bisa menerima sepenuhnya, ia tidak mau menuntut lebih banyak lagi.
“Udah dong, Sis. Jangan
nangis terus, mungkin dia emang bukan yang terbaik buat lo,” hibur Lisa.
“Tapi gua sayang banget sama
dia, Lis. Dia gengsi ngomong ama gua, okay.. gua terima. Dia malu kalo jalan
bareng ama gua di sekolah, okay.. gua juga ngerti. Tapi gua gak mau putus,
Lis,” tutur Siska di sela-sela tangisnya.
Lisa memeluk sahabatnya erat.
Lisa ikut merasakan kesedihan yang sedang dirasakan teman terbaiknya ini.
***
Dua tahun sudah sejak Andre
mengakhiri hubungan mereka. Sejak saat itu, mereka sama sekali tidak
berhubungan. Siska pernah sekali mendengar kabar tentang Andre yang sudah
mempunyai pacar baru. Siska sedih. Ia sedih karena hanya dua bulan yang Andre
butuhkan untuk melupakan dirinya dan kemudian menjalin hubungan dengan orang
lain. Terlebih lagi, Siska tidak menyangka bahwa orang lain itu adalah Rini,
adik kelasnya yang selalu mencuri-curi kesempatan untuk bisa bersama Andre,
bahkan ketika mereka masih berpacaran.
Brrr…
Brrr… HP
Siska bergetar.
1
received message
Lo
mau gak jadi cewek gua lagi?
Siska kaget membaca SMS dari
Andre. Ya, Andre yang meninggalkannya dua tahun yang lalu. Tiba-tiba Siska
merasakan sakit hatinya kembali. Kemudian ia memutuskan untuk mengabaikan SMS
tersebut. Sejak saat itu, Andre mulai mengirim SMS lagi untuk Siska. Hanya
beberapa yang dibalas oleh Siska, itupun ia jawab sesingkat mungkin.
Ini berlangsung selama dua
tahun, Andre mencoba untuk mendekati Siska kembali lewat sms ataupun telepon.
Akhirnya, ia memutuskan untuk bertemu dengan Siska. Siska pun akhirnya setuju.
Ketika mereka bertemu, mereka ngobrol seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.
Mungkin mereka berdua sama-sama belum siap untuk membahas peristiwa yang
terjadi sekitar 4 tahun yang lalu itu.
“Gimana kabar lo, Sis? Dah
punya cowok baru blom?” tanya Andre penasaran.
“Baik. Kenapa tanya-tanya?”
sindir Siska.
“Gak apa-apa, pengen tau
aja,” jawab Andre enteng.
Mereka berusaha menghabiskan
hari itu senormal mungkin. Hingga sesampainya Siska di rumah, ia menangis
sendirian di kamarnya. Ia sadar, rasa sayangnya untuk Andre belum hilang
sepenuhnya. Padahal, ia telah mencoba begitu keras untuk menghapus semua
kenangannya bersama Andre.
Kenapa
sih, Ndre? Kenapa lo mesti dateng lagi ke kehidupan gua di saat gua udah mulai
bisa ngelupain lo? Gua bener-bener pengen ngelupain lo, tapi kenapa lo harus
muncul lagi di depan gua? Kenapa, Ndre? Kenapa? batin Siska sambil menangis.
***
Kriiiinngg!
Telepon rumah Siska berdering
di saat hampir tengah malam.
“Halo?” jawab Siska.
“Sis, gua Andre…”
Siska
bingung untuk apa Andre meneleponnya tengah malam begini.
“Oh, hai. Ada apa?” tanya Siska.
“Oh, hai. Ada apa?” tanya Siska.
Andre terdiam sejenak.
“Ndre? Halo? Lo kenapa diem?”
Siska heran.
“Sis, mungkin gak ada
kesempatan kedua buat gua? Gua tau gua salah, apa yang gua lakuin empat
tahun lalu itu seharusnya gak gua lakuin. Gua nyesel banget. Gua pikir dengan
jadian ama orang lain gua bisa ngelupain lo, ternyata gak. Lo memang beda.
Jujur aja, setelah kita putus, gua deket ama banyak cewek, bahkan gua sempet
jadian tiga kali. Tapi gua sadar gua gak bisa bohongin perasaan gua, Sis.. Gua
sayang ama lo…”
Siska
terdiam. Tak terasa air mata menetes di pipinya. Ia tidak tahan lagi.
“Kalo emang lo sayang ama gua, kenapa lo tetep jadian ama cewek-cewek lo? Kenapa baru sekarang lo bilang semua ini sama gua? Kenapa, Ndre?” Siska tak kuasa menahan tangisnya.
“Kalo emang lo sayang ama gua, kenapa lo tetep jadian ama cewek-cewek lo? Kenapa baru sekarang lo bilang semua ini sama gua? Kenapa, Ndre?” Siska tak kuasa menahan tangisnya.
“Gua tau gua salah. Tapi gua
bener-bener gak mau kehilangan lo lagi, Sis. Gua bener-bener pengen lo ada di
samping gua kaya dulu… Gua selalu nyari sosok diri lo di semua cewek yang gua
temuin, tapi mereka tetep bukan lo! Gua cuma mau lo! Cuma lo yang bisa buat gua
bahagia, cuma lo yang bisa buat gua ngerti dan ngerasain cinta yang
sebenernya,” ucap Andre.
“Sis, gua bener-bener minta
maaf,” lanjutnya.
Siska hanya bisa menangis dan
diam. Malam itu benar-benar malam yang membingungkan bagi Siska. Di satu sisi,
Siska masih amat sangat menyayangi Andre, tapi di sisi lain dia masih ingat
benar bagaimana sakit hatinya ketika Andre pergi meninggalkan dirinya.
“Sis, gua ngerti kalo lo
belom bisa nerima gua. Gua cuma mau lo tau kalo gua bener-bener sayang ama lo,
dari dulu sampai sekarang. Gua mau kita kayak dulu lagi. Gua nyesel banget
kenapa gua waktu itu harus ninggalin lo. Gua ga tau lagi mesti gimana,
mudah-mudahan suatu saat lo bisa percaya ama gua.”
Siska menangis, lalu
tersenyum.
Di Manakah Cinta?
Di
manakah cinta?
Apabila cinta bermain akrobat di belakangku…
Bila cinta bersembunyi di balik selimut palsu
Bila wajahnya pun bersembunyi di balik topeng
Sehingga belaian hanyalah sebuah bayangan semu
Apabila cinta bermain akrobat di belakangku…
Bila cinta bersembunyi di balik selimut palsu
Bila wajahnya pun bersembunyi di balik topeng
Sehingga belaian hanyalah sebuah bayangan semu
Di
manakah cinta?
Bila bibir seperti sayat belati…
Bila mata seperti api menjalar..
Bila langkah menjadi terseret-seret
Sehingga terhempas debu dan angin kencang
Bila bibir seperti sayat belati…
Bila mata seperti api menjalar..
Bila langkah menjadi terseret-seret
Sehingga terhempas debu dan angin kencang
Di
manakah cinta?
Bila cinta memuntahkan kata-katanya tepat di depan bibir…
Bila cinta memaki aku dipinggir ketidaktahuanku…
Menusuk jantungku dengan sakratisnya…
Sehingga jantung ini merintih sibuk mengais-ngais darah…
Bila cinta memuntahkan kata-katanya tepat di depan bibir…
Bila cinta memaki aku dipinggir ketidaktahuanku…
Menusuk jantungku dengan sakratisnya…
Sehingga jantung ini merintih sibuk mengais-ngais darah…
Di
manakah cinta?
Bila kemunafikan dibalik segalanya…
Bila kebohongan bermain dengan bebasnya…
Bila kepalsuan menjadi sahabatnya…
Sehingga merobohkan setiap sudut hati…
Bila kemunafikan dibalik segalanya…
Bila kebohongan bermain dengan bebasnya…
Bila kepalsuan menjadi sahabatnya…
Sehingga merobohkan setiap sudut hati…
Di
manakah cinta?
Bila semuanya menjadi salah…
Bila tangisan menggema dalam setiap langkah…
Bila jeritan hati diacuhkan..
Sehingga semua terkalahkan oleh kepalsuan semata…
Bila semuanya menjadi salah…
Bila tangisan menggema dalam setiap langkah…
Bila jeritan hati diacuhkan..
Sehingga semua terkalahkan oleh kepalsuan semata…
Di
manakah cinta?
Apabila sang cinta menjilat sendiri kata-katanya…
Kemudian dimuntahkannya kata-kata itu tepat di wajahku…
Meninggalkan jejak kotor di sela-sela tangisku…
Sukses dia mempora-porandai aku yang haus akan kasih sayangnya…
Apabila sang cinta menjilat sendiri kata-katanya…
Kemudian dimuntahkannya kata-kata itu tepat di wajahku…
Meninggalkan jejak kotor di sela-sela tangisku…
Sukses dia mempora-porandai aku yang haus akan kasih sayangnya…
Lalu…
Setelah semua itu terjadi…
Aku masih bertanya-tanya…
Di manakah cinta?
Bila kejujuran digusur oleh kebohongan…
Bila senyuman diganti oleh tangisan…
Dan bila pertanyaan dibunuh oleh pernyataan…
Setelah semua itu terjadi…
Aku masih bertanya-tanya…
Di manakah cinta?
Bila kejujuran digusur oleh kebohongan…
Bila senyuman diganti oleh tangisan…
Dan bila pertanyaan dibunuh oleh pernyataan…
Di manakah cinta?
UNTUK
DIA YANG PERNAH BILANG BAHWA CINTA ITU TIDAK DAPAT TERJADI DALAM WAKTU SINGKAT